19 November 2013

Sunset bersama Rosie

Sunset bersama Rosie. Ah, menyenangkan memang, menikmati sunset langsung dari bibir pantai—dalam rentang waktu empat puluh tujuh detik itu—sambil duduk di atas pasir, apalagi bersama dengan mereka (atau dia) yang begitu spesial untuk kita. Dari set yang sesederhana itu novel ini hadir. Kisah tentang Tegar Karang bersama Rosie. Kisah tentang perasaan mereka satu sama lain. Kisah tentang berkecamuknya hati mereka untuk memilih: mengungkapkan apa yang mereka rasa atau menyimpannya rapat-rapat di relung hati masing-masing. Kisah yang mencoba menghadirkan makna kesempatan, juga takdir Tuhan.

http://belanja.plasamsn.com/sunset-bersama-rosie-by-tere-liye.html


Jika Aku, Kau, dan Sepucuk Angpao Merah mengambil set di Kota Pontianak, pinggiran Sungai Kapuas, Sunset bersama Rosie mengambil latar di sekitaran Lombok dan Bali. Tegar dan Rosie seumuran, bersahabat sejak rambut Rosie masih dikepang dua, bertetangga di Gili Trawangan dengan hanya diselingi lima rumah. Berdua menjalani masa kecil di pantai itu, di pulau itu, bersama Oma. Dua puluh tahun lamanya Tegar memendam rasa itu. Berapa? Dua puluh tahun! Menyimpannya baik-baik, rapi sekali. Menunggu kesempatan itu datang.
Tegar berteman baik dengan Nathan. Sewaktu berumur 22 tahun—sama seperti Rosie, semasa kuliah Tegar mengenalkan Nathan kepada Rosie. Meski tinggal di Gili Meno, hanya terpisah satu pulau yang jaraknya cuma sepelemparan batu dari Gili Trawangan, Nathan belum pernah mengenal Rosie. Begitu juga sebaliknya.

Dan saat liburan semester, menjelang sidang skripsi, Tegar memantapkan hatinya, memutuskan. Tegar akan menyatakan perasaannya kepada Rosie, di puncak Gunung Rinjani. Mereka tidak hanya berdua. Nathan ikut, tepatnya diajak Tegar. Matang sekali rencana itu Tegar siapkan. Dan mendekati waktunya tiba, Tegar mencari mata air, turun gunung. Saat kembali membawa air serta bunga Edelweis untuk Rosie, saat itu…… Ya Tuhan, apa yang didengarnya barusan? Nathan mengungkapkan perasaan kepada Rosie, padahal baru dua bulan mereka berkenalan. Dua puluh tahun Tegar dipatahkan oleh dua bulan Nathan!

Nathan teman baik Tegar. Rosie sahabat dekat Tegar. Tak kuasa, Tegar menghilang. Menghilang dari kehidupan Rosie, juga Nathan, tapi tidak dari Oma. Tegar hanya bisa mencurahkan isi hatinya terhadap Rosie kepada Oma. Setelah itu Tegar sempurna menghilang dari kehidupan ketiganya. Hari-hari Tegar selama bertahun-tahun diisi dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan, malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan nafas tertahan. Tegar belajar berbaik hati dengan waktu, terus menyibukkan diri di Jakarta, bekerja delapan belas jam tiap hari.

Enam tahun setelahnya, Tegar melihat anak-anak Rosie, juga ayah-ibunya, yang tiba-tiba berkunjung ke apartemen. Ketika itu anak-anak Nathan dan Rosie baru dua: Anggrek dan Sakura. Jasmine dan Lili belum lahir. Tentu Tegar bahagia melihat anak-anak itu, melihat Nathan, melihat Rosie. Tegar suka bercerita, senang sekali dengan anak-anak. Tak butuh waktu lama, anak-anak itupun dekat dengan Tegar.

Perlahan sekali Tegar mencoba mengobati luka hatinya. Berdamai dengan kenyataan. Belajar dari masa lalu. Sembilan tahun sejak kejadian mengenaskan di Gunung Rinjani, Tegar bertemu dengan Sekar. Sekar lebih cantik dari Rosie, Tegar akui itu. Ah, tapi mengapa Sekar ia bandingkan dengan Rosie? Dua tahun setelahnya, sebelum memasuki jenjang pernikahan, Tegar dan Sekar merencanakan pertunangan.

Sehari sebelum pertunangannya dengan Sekar—seperti yang biasa Tegar lakukan—Tegar ber-teleconference dari ruang kerjanya di Jakarta dengan keluarga Rosie yang sedang memperingati ulang tahun pernikahan Nathan-Rosie yang ke-13 di Pantai Jimbaran. Siapa sangka selain hari esok dengan Sekar, hari itu bersama keluarga Rosie juga menjadi hari yang mengubah episode-episode hidup Tegar selanjutnya. Bom Jimbaran meluluhlantakkan segalanya. Nahas, Rosie dan Nathan bersama keempat anak mereka persis ada di lokasi kejadian, menjadi korban. Nahas pula bagi Tegar, ia menjadi saksi mata atas kejadian tersebut. Layar besar yang ditatapnya mendadak tak bergambar, hanya bertuliskan Error Connection.

Dan, seperti beberapa novel Tere-Liye yang lain—katakanlah Moga Bunda Disayang Allah dan Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, novel ini menghadirkan karakter anak-anak yang manis, cute, dan menggemaskan ala Tere-Liye, yang bisa jadi membuat pembacanya ingin sekali memiliki anak-anak seperti mereka. Ya Tuhan, lihatlah mereka, empat kuntum bunga yang mulai merekah. Mereka belum lagi dewasa dari segi umur, namun berkat didikan Rosie bersama Nathan, juga Om Tegar, Uncle Tegar, Paman Tegar, anak-anak itu perlahan menjalani kehidupan secara lebih dewasa dibandingkan anak-anak seumuran mereka pada umumnya.

Kabar Nathan, kondisi Rosie, keputusan Tegar, pilihan Sekar, kehidupan keempat anak itu—Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili, serta makna kesempatan, juga takdir Tuhan, semuanya silakan dinikmati langsung sajalah. Tulisan ini tidak dapat menjabarkan seluruh isi novel. Tidak mungkin juga. Yang ada malah membikin buruk singkat ceritanya.

Tentu ada berbagai tanggapan lain dari para penikmat novel ini. Bukankah ada seorang bijak yang berkata, “Aku mengetahui hal-hal yang tidak begitu baik bukan karena aku hendak mengikutinya, tapi—malah—agar aku tidak terjerumus ke dalam ketidakbaikan itu.” Kita tentu tidak perlu seutuhnya menjadi Tegar, Rosie, Oma, Nathan, Sekar, Anggrek, Sakura, Jasmine, atau Lili. Kita hanya perlu menyadurnya, mengumpulkan hal-hal baik yang ada untuk kemudian kita contoh, sembari mencampakkan apa yang sesungguhnya kurang patut.

Boleh jadi suatu saat ada calon pembaca yang menginginkan tanda tangan Tere-Liye di novel ini untuk dihadiahkan kepada teman perempuannya, tapi sang penulis menolaknya dengan cara yang sama sekali tidak bisa diterima oleh calon pembaca itu—pada saat itu. Namun, perlahan ia mencoba berdamai dengan kenyataan. Pasti ada sebabnya penulis novel yang ia kagumi melakukan hal semacam itu. Dan akhirnya, setelah selesai melahap seluruh halaman, ia sedikit-banyak memahaminya, meskipun itu sebatas asumsi perasaannya. Yang tahu pasti tentu hanya Tuhan dan idolanya itu. Please, correct me if I’m wrong.

Judul  : Sunset Bersama Rosie
Penulis  : Tere-Liye
Editor  : Andriyati
Desain Cover  : Mano Wolfie
Layout  : Alfian
Jumlah halaman  : iv + 426 halaman
Penerbit  : Mahaka Publishing (Republika Penerbit)
Tahun Terbit  : 2011
Edisi Cetakan  : Cetakan III, Februari 2012

No comments:

Post a Comment